Translate

Minggu, 07 Oktober 2018

Toraja (Teknologi Tradisional)


SISTEM TEKNOLOGI TRADISIONAL
Sistem Teknologi Tradisional Suku Toraja

 Suku Toraja yang tinggal di dataran tinggi ini dalam setiap nafas kehidupan masyarakatnya memiliki filosofi-filosofi yang unik. Tetapi yang akan dibahas adalah kebudayaan yang menyangkut sistem teknologi tradisional masyarakat Tana Toraja berupa 1. Alat-alat produksi tradisional; 2. Senjata tradisional; 3. Wadah(tempat untuk mengangkut atau menyimpan sesuatu) tradisional; 4. Alat untuk membuat api tradisional; 5. Teknik membuat makanan dan minuman tradisional; 6. Tempat berlindung tradisional; 7. Pakaian dan perhiasan tradisional dan 8. Alat transportasi tradisional. Sistem teknologi yang dimiliki dalam setiap suku terutama suku Toraja, akan menunjukkan kayanya negara Indonesia akan kebudayaan dalam suku-sukunya. Kekayaan budaya tersebut harus dijaga dan dilestarikan bersama sebagai wujud terima kasih kepada nenek moyang yang telah mewariskan kebudayaan tersebut.
Selaras dengan itu, suku Toraja juga menjaga dan melestarikan kebudayaan yang mereka miliki. Suku ini memiliki sebuah keunikan karena ada upacara yang dikhususkan untuk menghormati leluhur yang telah mewariskan berbagai budaya yang hingga saat ini masih dijaga kelestariannya. Seharusnya berlaku juga bagi suku-suku lain yaitu menjaga bentuk kebudayaan yang telah diwariskan tersebut. Karena dengan menjaga dan melestarikannya turun-temurun, berarti ikut menghormati nenek moyang yang telah mewariskannya dengan mempertahankan nilai-nilai positif dan nilai negatif diambil sebagai pelajaran yang tidak boleh diulangi.
Suku Toraja bermukim di daerah pegunungan Sulawesi Selatan(Sulsel). Suku Toraja yang gaya hidupnya sekilas mirip dengan budaya Nias ini bermukim yakni pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,  tepatnya lagi di Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.[1] Suku Toraja adalah suku yang memiliki karakter Austronesia.[2] Seperti setiap suku yang ada, suku Toraja dengan teguh menjaga dan melestarikan warisan leluhur terutama untuk menghormati leluhur mereka yang telah mewariskannya. Dengan mengambil hal yang positif dan menjadikan hal-hal negatif sebagai hikmah dan pelajaran, suku ini mampu menjaganya hingga sekarang.

Kabupaten Tana Toraja baru dikenal sejak abad ke 17. Dahulu kabupaten yang menjadi salah satu tempat tinggal suku Toraja ini memiliki nama yang cukup panjang. Tana Toraja dahulu bernama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo  yang berarti “negeri dengan pemerintahan kemasyarakatan yang utuh-bulat bagaikan bulan dan matahari”.

 Toraja berasal dari kata bahasa Bugis yaitu To’ dan Riaja. To’ yang berarti orang dan Riaja yang berarti Utara. Disisi lain, ada yang mengartikan Toraja dengan “orang yang datang dari barat” dan “orang yang mendiami negeri atas”. Sebutan “orang yang datang dari barat” ini berasal dari orang Luwu karena menurut mereka Toraja yaitu To’ dan Riaja, To’ adalah orang dan Riaja adalah barat dan bukan utara. Sementara sebutan “orang yang mendiami negeri atas” datang dari pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1909. Versi lain menyebut Toraja berasal dari kata Toraya. To’ adalah orang dan Raya(dari kata Maraya)yang artinya besar. [3] Perdebatan mengenai nama Toraja ini pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa Suku Toraja itu tinggal di negeri atas yang adalah daerah pegunungan yang tinggi dan adat istiadatnya selalu berkaitan dengan arah matahari terbit dan tenggelam. Selain itu, suku ini akhirnya lebih dikenal dengan Suku Toraja.

1.       Alat-Alat Produksi Tradisional
Alat-alat produksi tradisional yang akan dibahas adalah alat-alat yang digunakan masyarakat suku Toraja untuk mengolah lahan pertanian yang hingga kini masih dipakai. Ada beberapa alat yang digunakan suku ini yaitu linggis, gergaji yang digunakan oleh dua orang, kapak, cangkul sabit, alat-alat pahat dan alat yang digunakan untuk memotong padi yang dinamakan Rangkopan.
Penggunaan linggis bagi suku ini sangat penting. Ini disebabkan suku Toraja yang tinggal di daerah pegunungan dengan struktur tanah bebatuan. Sebelum mengolah tanah untuk lahan pertanian, masyarakat menggunakan linggis untuk mencungkil batu-batu besar barulah kemudian bisa diolah dengan cangkul. Gergaji panjang yang digunakan oleh orang Toraja berfungsi untuk memotong pohon yang diambil kayunya untuk membuat rumah tradisional mereka dan rumah tradisional ini memiliki ukiran yang diukir menggunakan alat-alat pahat.

2.     Senjata Tradisional
Setiap suku bangsa tentu memiliki senjata tradisionalnya masing-masing. Kegunaan senjata ini umumnya untuk berburu dan berperang pada masanya.
Umumnya dalam suku tertentu, senjata tradisional memiliki kekuatan magis di dalamnya Sehingga kemudian menjadi benda yang sakral. Demikian juga pada senjata yang dimiliki oleh suku Toraja. Senjata tradisional dijadikan benda yang sakral dan dikeramatkan dan ini tidak boleh digunakan oleh sembarang orang maupun secara sembrono menggunakannya. Senjata-senjata dalam suku Toraja itu ialah Doke, Gayang, dan La’bo.
Doke yang berarti tombak, memiliki ukuran yang normal seperti tombak pada umumnya. Penggunaan Doke selain untuk berburu juga digunakan untuk berperang. Doke ini juga memiliki kekuatan magis yang pada akhirnya senjata ini juga disakralkan oleh masyarakat suku Toraja.
Gayang atau dikenal juga dengan keris memiliki ukuran yang normal seperti keris yang juga terdapat di Jawa. Gayang dalam suku Toraja hanya dimiliki oleh kasta bangsawan. Gayang juga memiliki kekuatan magis dan menjadi benda yang keramat dan hanya disimpan oleh keturunan kasta bangsawan.
La’bo yang dikenal dengan parang tradisional ini juga memiliki kekuatan magis dan disakralkan seperti senjata yang lain. La’bo memiliki penampilan yang cukup berbeda dengan panjang dua meter dan memiliki ukiran di tubuhnya. La’bo adalah sebuah tanda bahwa pemiliknya adalah seorang ksatria keturunan kasta bangsawan dan seperti senjata lainnya, La’bo juga disakralkan kepemilikannya.
Itulah senjata tradisional yang ada pada masyarakat suku Toraja. Seperti keterangan di atas, senjata tersebut hanya dimiliki oleh kasta bangsawan dan disakralkan karena kekuatan magis yang menurut kepercayaan ada di dalam masing-masing senjata. Senjata tersebut pada masa kini hanya dikeluarkan pada saat acara-acara seremonial suku Toraja sebagai pelengkap dalam pakaian perkawinan maupun saat-saat kedukaan. Selain ketiga alat tadi, masih ada senjata lain yang dimiliki oleh suku Toraja yang juga digunakan untuk berperang dan berburu. Senjata tersebut berupa Penai yaitu parang, Bolulong yaitu perisai dan Sumpi yaitu sumpit.[4]

3.      Wadah Tradisional
Suku Toraja memiliki wadah yang dibedakan menurut fungsinya yaitu Sipu’ dan Aling.
Sipu’ adalah wadah yang digunakan sebagai tempat menyimpan sirih dan pinang. Sirih dan pinang ini digunakan untuk sebuah kebiasaan yang biasa dikenal dengan menyirih. Penggunaan Sipu’ ini dibedakan menurut warna pada upacara adat yang sedang dilaksanakan. Sipu’ yang berwarna hitam digunakan pada saat upacara kematian dan Sipu’ yang berwarna putih digunakan pada saat upacara pernikahan.
Aling adalah wadah yang dikenal dengan sebutan lumbung padi. Alang ditemukan di Tongkonan yang adalah rumah tradisional suku Toraja. Bagi suku ini, Alang disebut sebagai bapak dan Tongkonan disebut sebagai ibu.[5]

4.      Alat Untuk Membuat Api
Masyarakat suku Toraja selain menggunakan pembuat api yang modern, juga masih menggunakan pembuat api yang tradisional. Pembuatan api tradisional  yang dilakukan adalah dengan menggosokkan dua potong bambu yang diraut dengan serutan sebagai bahan bakarnya. Oleh masyarakat Toraja, teknik ini dinamakan Miapi atau meminjam api dari tetangga. Teknik ini digunakan untuk penyalaan api untuk memasak.

5.      Makanan Dan Minuman Tradisional
a.         Makanan Tradisional
Suku Toraja memiliki makanan tradisional yaitu Pa’piong . Pa’piong adalah daging ayam, kerbau atau babi yang dimasak dalam bambu. (Gambar.1,2)
Selain Pa’piong, juga ada Lemang yaitu beras ketan yang juga dimasak dalam bambu. Lemang ini hanya dimasak apabila ada upacara pernikahan atau disebut Rambu Tuka’ dan upacara pemakaman yang dinamakan Rambu Solo’.
Dalam memasak makanan ini, ada beberapa aturan yang mesti dilakukan. Pada  upacara Rambu Tuka’ bambu harus dipotong dari bawah ke arah atas dan bambu yang dihasilkan harus tajam. Sebaliknya pada upacara Rambu Solo’ bambu harus dipotong dari arah atas ke bawah dan bambu yang dihasilkan tidak boleh tajam. Dalam masyarakat suku Toraja, ada filosofi tersendiri dalam pemotongan bambu ini yaitu:
Rambu Tuka’ berasal dari kata Rambu yang berarti asap dan Tuka’ yang berarti naik. Seperti asap yang naik ke atas dan seperti matahari yang terbit dari timur demikian hendaknya rezeki selalu melimpah.
Rambu Solo’ berasal dari kata Rambu yang artinya sama yaitu asap dan Solo’ yang berarti turun. Seperti asap yang turun dan matahari yang terbenam di barat.
Makanan lainnya yaitu Pantollo’ pamarasan adalah makanan yang terbuat dari daging babi yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu khas yang hanya ada di tana Toraja. Masakan ini nantinya berbentuk seperti rendang dan berwarna hitam. Selain dengan daging babi, makanan ini biasanya diolah menggunakan ikan mas.[6] (Gambar.3)

b.      Minuman
Ballo’ atau tuak adalah minuman khas Toraja. Terbuat dari getah pohon nira yang difermentasi selama beberapa hari. Minuman ini memiliki dua rasa yang berbeda yaitu manis dan asam. Rasa yang dimilikinya tergantung pada cara fermentasi dan juga kualitas pohon nira itu sendiri. Minuman khas ini biasanya disajikan dalam upacara Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ dan juga dalam acara syukuran keluarga. (Gambar.4)

6.      Tempat Berlindung Tradisional
Rumah tradisional suku Toraja dikenal dengan Tongkonan. Sekilas, rumah ini mirip dengan rumah tradisional yang ada di daerah Batak dan juga Minang. Kemiripan yang tampak sekilas itu disebabkan atapnya yang memiliki bentuk seperti tanduk kerbau yang melengkung. Bagi masyarakat Toraja, Tongkonan ini adalah ibu dan lumbung padi yang ada di sekitarnya yaitu Aling  adalah bapak.[7]
Mulanya, Tongkonan dibangun sebagai tempat pertemuan bagi para bangsawan pemimpin suku Toraja. Tongkonan sendiri berasal dari kata Tongkon yaitu tempat duduk atau menduduki.[8] Di Tongkonan inilah para bangsawan suku Toraja membahas aspek kehidupan yang terkait dengan masyarakat dan ini menjadi pusat kekuasaan bagi para bangsawan suku Toraja. Tongkonan yang dulunya bersifat sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan adat tersebut tidak berstatus sebagai pribadi, Tetapi sebagai milik bersama masyarakat.
Dalam Tongkonan, dibagi menjadi tiga ruangan. Ruangan pertama atau ruangan sebelah utara disebut dengan Tangalok yang berfungsi sebagai tempat untuk menjamu tamu, keluarga dan para sahabat. Ruangan ini juga digunakan sebagai tempat tidur bagi anak-anak dan untuk meletakkan sesaji. Ruangan pada sisi selatan disebut dengan Sumbung yang adalah ruangan khusus bagi kepala keluarga. Sedangkan ruangan yang berada di tengah disebut dengan Sali yang berfungsi sebagai dapur dan ruang makan. Selain itu Sali juga digunakan untuk meletakkan atau menyemayamkan orang yang sudah meninggal.[9]

Dalam membangun Tongkonan, ada hal-hal yang diharuskan dan tidak boleh dilanggar, yaitu rumah yang harus menghadap ke arah utara, letak pintu di bagian depan rumah dengan keyakinan bumi dan langit adalah satu kesatuan dan bumi dibagi dalam empat arah mata angin.

Dalam membangun sebuah rumah baik tradisional maupun modern, dibutuhkan kerja sama atau yang dikenal dengan gotong-royong. Begitu pun dalam masyarakat suku Toraja yang menggunakan prinsip gotong-royong untuk membangun rumah tradisional mereka atau yang dikenal dengan Tongkonan.  Tujuan bersama akan tercapai apabila prinsip gotong-royong ini sudah mendarah daging dalam diri dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik apabila yang dilakukan dalam kerja sama adalah perbuatan yang baik demi kepentingan bersama. (Gambar.5)
7.      Pakaian Dan Perhiasan Tradisional
Pakaian adat dalam suku Toraja dibagi menjadi dua, yaitu bagi pria dan wanita. Pakaian untuk pria dinamakan Seppa Tallung yang bercirikan baju yang berlengan pendek dan celana yang panjangnya sampai ke lutut sedangkan pada wanita dinamakan Baju Pokko’ baju yang berlengan pendek dengan rok dan asesoris perhiasan lainnya.[10] Pakaian ini masih dilengkapi dengan aksesoris lainnya seperti Kandure, Lipa’, Gayang dan sebagainya. Selain itu, suku Toraja juga memiliki beberapa perhiasan tradisional, yaitu Bake’ yang adalah ikat kepala, Manikkota’ yang adalah gelang besar dan Sisin Lebu’ yang adalah cincin besar.[11]
Pakaian dan perhiasan ini tidak digunakan sehari hari, Tetapi digunakan saat ada acara-acara seremonial tertentu yang diadakan masyarakat setempat dan pada umumnya digunakan oleh penari maupun pagar ayu pada pesta pernikahan suku Toraja. (Gambar.6)
8.      Alat Transportasi Tradisional
Masyarakat suku Toraja umumnya berjalan kaki untuk alat transportasi tradisionalnya. Tetapi bagi yang tinggal di daerah pegunungan, masyarakat menggunakan kuda untuk alat transportasi.


Lampiran Gambar
1.   Proses Pembakaran Pa’piong
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSlOPvnPrUcoWfr9v70SAfgbRLyv681_YhHuuTAL4292eJ9BXxf

2.  Pa’piong Manuk(Ayam)
https://i1.wp.com/www.jotravelguide.com/images/toraja/papiong_babi.jpg

3.  Pantollo’ Pamarasan
https://i0.wp.com/www.jotravelguide.com/images/toraja/pamarasan.jpg
4.  Ballo’
https://i1.wp.com/www.jotravelguide.com/images/toraja/ballo-2.jpg

5.  Tongkonan
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ae/Toraja_house.jpg/250px-Toraja_house.jpg

6.  Seppa Tallung(Pria)  dan Baju Pokko’ (Wanita)
Pakaian adat daerah Toraja




[1] Naqib Najah, Suku Toraja: Fanatisme Filosofi Leluhur (Makassar: Arus Timur, 2014), hlm. 3.
[2] Austronesia adalah kelompok yang menggunakan bahasa Austronesia. Wilayah ini mencakup Pulau Formosa, Kepulauan Nusantara(termasuk Filipina), Mikronesia, Malenesia, Polinesia dan Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti “kepulauan selatan”. Sumber: Wikipedia.
[3] Naqib Najah, Suku Toraja…, hlm. 39.
[4] Buzz Mizzle, http://buzz-mizzle.blogspot.co.id/2013/12/budaya-tanah-toraja-pernikahan-agama.html,10Oktober2015.
[5] Naqib Najah, Suku Toraja…, hlm. 137.
[6] Reski Dembong, https://reskidembong.wordpress.com/2012/03/12/makanan-khas-tradisional-toraja/,10Oktober2015.
[7] Naqib Najah, Suku Toraja…, hlm. 137.
[8] Naqib Najah, Suku Toraja…, hlm. 139.
[9] Naqib Najah, Suku Toraja…, hlm. 137-138
[10] Elsa, http://pakaianadat-elsa.blogspot.co.id/2012/02/pakaian-adat-toraja.html,10Oktober2015.
[11] Buzz Mizzle, http://buzz-mizzle.blogspot.co.id/2013/12/budaya-tanah-toraja-pernikahan-agama.html,10Oktober2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar