Translate

Minggu, 07 Oktober 2018

Ritus Perkawinan Suku Karo


TATA CARA PERKAWINAN ADAT KARO
A. Pengantar
          1. Pengertian
            Suku Karo memiliki tata cara perkawinan yang khas seperti suku lainnya. Adapun tata cara itu yakni, perkenalan, pacaran, pertunangan, meminang, dan pengesahan (perkawinan). Perkawinan pada adat karo bersifat religius dengan menggunakan sistem eksogami yakni, seseorang harus kawin dengan orang dari luar merga-nya (clan), terkecuali pada merga Peranginangin dan Sembiring. Perkawinan adat Karo tidak hanya mengikat kedua mempelai menjadi satu keluarga tetapi mengikat keseluruhan keluarga besar dari kedua mempelai bahkan termasuk mempersatukan arwah-arwah leluhur mereka.[1]
            Dalam masyarakat Karo ada dua cara proses perkawinan yakni, arah adat (menurut pesta adat) dan arah ture (hanya menurut persetujuan kedua mempelai/ tidak dipestakan). Pada perkawinan arah ture biasanya orang tua dari kedua mempelai yang lebih dominan dalam mengusahakan kelangsungan dari pernikahan dari kedua mempelai. Mulai dari ipetandaken (perkernalan calon mempelai), maba belo selambar (meminang), hingga pada pesta perkawinan. Sedangkan pada perkawinan arah ture (tanpa pesta adat) peran orang tua dalam perkawinan anaknya tidak terlalu besar, meskipun begitu merekatetap dilibatkan. Hal ini dikarenakan perkawinan yang dilangsungkan hanya berdasarkan atas persetujuan kedua mempelai tidak melibatkan keluarga besar.[2]
          2. Syarat Perkawinan[3]
          Adapun syarat perkawinan dalam masyarakat Karo ialah:
a.    Tidak berasal dari satu merga kecuali, bagi Peranginangin dan Sembiring.
b.    Sudah dewasa. Dalam masyarakat Karo tidak ada batas usia yang pasti dalam menentukan kedewasaan seseorang. Seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi seorang laki-laki dikatakan dewasa apabila ia sudah mampu bertani dan mengetahui adat berkeluarga (ertutur). Sedangkan untuk perempuan dikatakan telah dewasa apabila ia suada mengalami akil balik dan telah mengatahui adat berkeluarga (ertutur). Jadi seorang laki-laki maupun perempuan yang hendak menikah harus belajar ertutur terlebih dahulu agar ketika telah berkeluarga mereka mampu menjalani adat-istiadat dalam berkeluarga dengan baik.
3Jenis-Jenis Perkawinan dalam Adat Karo[4]
          Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan dari kedua mempelai maka dikenal ada empat jenis pernikahan yakni:
a.      Pertuturken
Perkawinan ini dikatakan pertuturken apabila kedua mempelai yang hendak menikah tidak memiliki hubungan kekerabatan, misalnya rimpal (ayah si perempuan bersaudara dengan ibu si pria). Perkawinan demikian diizinkan apabila kedua mempelai tidak erturang (satu merga).
b.      Erdemu Bayu
Perkawinan jenis ini kebalikan dari perkawinan pertuturken. Suatu perkawinan disebut erdemu bayu apabila seseorang laki-laki menikahi putri pamannya sendiri (saudara kandung ibunya). Hubungan kedua mempelai ini dalam kekerabatan masyarakat Karo disebut sebagai impal.
c.       La arus
Pernikahan ini juga sering disebut sebagai pernikahan terlarang. Hal ini dikarenakan seorang lelaki maupun perempuan mengawini turang-nya sendiri (saudara ataupun satu merga denganya).Pada umumnya orang yang melakukan pernikahan ini akan dikucilkan atupun diekskomunikasi dari masyarakat Karo. Mereka tidak lagi diizinkan tinggal di Tanah Karo Simalem.
d.      Nangkih
Suatu pernikahan dikatakan nangkih apabila kedua mempelai yang hendak menikah tidak mendapat restu dari kedua orangtuanya. Dengan kata lain perkawinan ini disebut sebagai kawin lari. Biasanya si laki-laki akan menanyakan terlebih dahulu kepada si perempuan apakah ia mau di bawa nangkih (kawin lari).Jika si perempuan setuju maka sebelum pergi ia akan meninggalkan suatu tanda berupa kain, perhiasan, ataupun barang lainnya yang ditempatkan sedemikian rupa agar ketika melihat tanda itu orang tuanya langsung mengerti bahwa anak perempuannya sudah pergi nangkih.
Setelah mengetahui putrinya pergi nangkih, maka ada dua tindakan yang dapat dilakukan orang tuanya yakni, merestui pernikahan anaknya atau sebaliknya. Apabila orang tua si perempuan tidak setuju maka dalam waktu empat menurut adat yang berlaku,si ayah dapat menarik putrinya dari penangkihen (menjemputnya ke rumah pihak laki-laki), akan tetapi jika telah lewat dari waktu tenggang tersebut si ayah masih belum datang menjemput maka orang tua dari mempelai perempuan telah merestui perkawinan tersebut.

B. MABA BELO SELAMBAR
Maba Belo Selambar ini adalah suatu acara dalam adat Karo yang dilakukan guna untuk melamar seorang gadis oleh keluarga pria tersebut.[5] Ini adalah salah satu proses yang terdapat dalam adat Karo saat melamar pasangannya. Hal ini bertujuan untuk menanyakan atau meminta izin untuk kesediaan si gadis, orangtua, saudara-saudaranya dan keluarga-keluarga besar dari pihak si gadis atas lamaran tersebut.[6]

Pada awalnya, acara ini yaitu Maba Belo Selambar dilakukan pada malam hari seusai makan malam, tetapi mungkin hal ini dianggap sedikit ganjil karena penutup acaranya hanya begitu saja, yakni setalah selesai dibicarakan, sehingga banyak orang bosan karena tidak ada sesuatu yang membuat para tamu agar tidak cepat pulang. Maka dari itu, acara tersebut sudah biasa dilakukan pada pagi sampai siang hari dan ditutup dengan makan siang bersama, sehingga para tamu tidak terlalu kuatir dalam hal kebutuhan jasmaninya.

Proses acara Maba Belo Selambar ini dilakukan pada tahap pertamanya ialah menyerahkan Kampil Persintabin (benda-benda utama sebagai tanda meminta izin oleh pihak pria. Benda-benda sebagai tanda meminta izin itu disebut Kampil yang isinya ialah peralatan rokok secara lengkap yang bertujuan untuk meminta izin kepada ayah si gadis mewakili kaum laki-laki dalam keluarga itu, dan peralatan makan sirih secara lengkap yang bertujuan untuk meminta izin kepada ibu si gadis mewakili kaum wanita dalam keluarga tersebut. Setelah penyerahan Kampil Persintabin ini selesai, maka tahap berikutnya ialah untuk membicarakan kesediaan si gadis, dan bila dari pihak si gadis menyetujuinya, maka inti dari acara itu sudah selesai.[7]
Setelah acara untuk mempertanyakan kesediaan pihak gadis selesai, maka dilakukan “Sijalapen” (keluarga dekat) sebagai tanda kesepakatan bersama antara keluarga pria dan wanita dan untuk tanda atau bukti dari kesepakatan itu, keluarga dari pihak laki-laki menyerahkan pudun dan penindih pudun, yaitu daun nipah sebanyak lima buah kepada pihak perempuan tersebut yang isi utamanya ialah untuk melanjutkan pelaksanaan acara nganting manuk. Sedangkan satu buah daun nipah tersebut diberikan kepada pihak laki-laki sebagai tanda untuk diumumkan kepada semua para tamu yang hadir tentang isi dari acara yang telah selesai dilaksanakan.[8]

C. NGANTING MANUK (MUDUNI/ MABA LUAH)
Acara Nganting Manuk adalah suatau kelanjutan dari acara Maba Belo Selambar yang isinya adalah membicarakan tentang  seberapa besar mas kawin yang harus diterima oleh perempuan. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa si gadis sudah dibeli oleh pihak keluarga pria. Oleh sebab itu dalam acara ini harus dihadiri oleh keluarga besar dari masing-masing pihak dan bila diantara keluarga itu belum dapat hadir maka akan ditunggu untuk meminta pesetujuan atau pun bahwa acara ini sah dilaksanakan.[9]
 Acara nganting manuk ini dilakukan pada malam hari yang diawali dengan makan bersama yang lauk utamanya harus ayam, karena manuk yang berarti ayam. Hal ini memang sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan dalam adat Karo. Pada proses acara nganting manuk ini, harus tersedia kampil persintabin atau peralatan merokok dan makan sirih dengan lengkap sebanyak enam buah. Tetapi kampil sebanyak lima buah harus diberikan kepada pihak gadis terlebih dahulu, maka musyawarah pun dapat dimulai (runggu), dan ditentukan mengenai seberapa besar sesuatu yang diberi kepada pihak si gadis tersebut.[10] Setelah acara ini, maka dilanjutkan acara lainnya seperti landek (menari), ngerende (bernyanyi) dan lainnya hingga seluruh acara selesai.
D. Gantang Tumba / Unjuken
Gantang tumba adalah luah dari singalobere-bere kepada pengantin yang menikah.Luah singalo bere-bere adalah :
A. Lampu (tendang) yang menyala, maknamya agar keluarga yang didirikan itu menjadi terang kepada semua keluarga dan kepada orang banyak.
B. Kudin perdakanen ras ukat (Kuali ditambah sendok), maknanya adalah modal, agar keluarga berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kuali itu tidak boleh kosong, kalau itu kosong, maka akan terjadi permasalahan dalam keluarga itu.
C. Piring (pinggan) pasu, maknanya agar keluarga baru tersebut selalu menerima doa restu yang baik (pasu-pasu)
D. Beras meciho (beras page situnggung) dalam mangkuk, telur ayam. Maknanya agar keluarga baru tersebut serasi dan menerima kemuliaan
E. Manuk pinta-pinta (ayam untuk dipelihara), maknanya agar keluarga tersebut memelihara ayam tersebut, agar kalau datang keluarga dapat dipotong dan dimakan bersama.
F. Amak dabuhken (tikar untuk tempat tidur, ditambah bantal) maknanya temapt tidur,memikirkan hal-hal yang baik.
Selain singalo bere-bere memberikan luah kepada pengantin, luah dari kalimbubu singalo perkempun  juga ikut berpartisipasi. Luah yang diberikan adalah :
a.    Sebuah tikar kecil
b.   Satu buah bantal
c.    Seekor ayam untuk dipelihara
d.   Pinggan (piring)
Luah dari singalo perbibin adalah:
a.    Sebuah uis gara (perembah pertendian)
b.   Sebuah tikar kecil
Luah dari kalimbubu singalo ulu emas adalah:
a.    Pinggan pasu dua buah
b.   Tikar satu buah
c.    Mangkok berisi beras dan sebutir telur
d.   Seekor anak ayam peliharaan
Selesai membicarakan tentang luah, maka pembicaraan dilanjutkan mengenai:
1.    Hari pelaksanaan pesta
Maksudnya pesta diadakan dimana, pukul berapa dan sebagainnya.
2.    Ose
Selanjutnya, dibicarakan masalah ose (pakaian adat) yang akan dipakai oleh pengantin, orang tua (nande/bapa), sembuyak, dan senina serta tanda-tanda untuk anak beru
Pakaian pengantin laki-laki adalah:
Uis nipes
Sertali
Gelang sarung
Uis ariteneng/julu            
Uis emas
Uis nipes
Ragi jenggi
Bulang-bulang
Hiasan bulang-bulang ditambah kalung
Tangan kanan
Gonje
Kadang-kadang
Cengkok-cengkok
benting

Pakaian pengantin perempuan adalah:
Kelam-kelam
 Uis  
 Sertali
 Anting-anting tudung
 Uis arinteneng
 Uis nipes
Tudung
jujungen
Hiasan tudung
Anting kodong-kodong
Abit
Langge-langge

Selesai pembicaraan soal ose, dibicarakanlah masalah acara pesta. Yang diperbincangkan dalam pesta tersebut adalah, kegiatan apa yang akan dilakukan? Apa yang pertama dan apa yang terakhir. Setelah selesai dibicarakan hal tersebut, maka yang dibahas selanjutnya adalah, apa lauk pauk (gulen) yang akan di gunakan dalam pesta nantinya. Maka akan diadakan musyawarah untuk membahasa semuanya itu, mulai dari persiapan pesta sampai akhir pesta.


E. Kerja Nereh Empo

1.    Nangketken Ose
  Pada hari yang telah ditentukan diadakan pesta perkawinan. Hari itu semua sangkep nggeluh (keluarga laki dan perempuan)dari kedua belah pihak hadir untuk memuliakan pesta perkawinan. Pertama-tama kalimbubu si ngalo ul emas akan memasangkan ose pengantin laki-laki dan sinereh memasangkan ose pengantin si perempuan. Selanjutnya semua
Sukut iosei oleh kalimbubu singlo ulu emas janah simbaba ose-nya masing-masing. Selesai ose maka acara akan dimulai.
2.    Nuranjang/ Ngelangkah
            Sebelum dilaksanakan pesta perkawinan, maka masing-masing calon pengantin diperiksa apakah ia mendahului kakak/abangnya untuk berkeluarga atau tidak? Apabila terjadi demikian, maka terlebih dahulu harus diadakan upacara khusus yang disebut nabei (membayar utang) kepada kakak yang dilangkahinya untuk menikah (nuranjang).
            Kepada abang yang di langkahi diserahkan bulang-bulang (penutupkepala), sarung (kampuh) tikar (amak) lengkap dengan bantalnya unutk tempat tidur. Sedangkan kepada kakak yang dilangkahi diberikan tudung (penutup kepala) dan sarung (abit). Pemberian sabe ini disaksikan oleh keluarga terdekatdari nuranjang (anakberu, kalimbubu, senina) Pemberian ini dimaksudkan, agar tendi (roh) kakak/abang yang dilangkahi tidak terganggu karena, abang/kakak dilangkahi.
     Ada sesuatu kepercayaan masyarakat, bahwa setelah upacara ini dilaksanakan maka           abang/kakak yang dilangkahi ini secepatnya akan menemukan jodohnya. Setelah acara pemberian sabeini, bibi (saudari ayah dari pengantin) yang memeberi nasehat (pedah-pedah) kepada kakak/abang dari pengantin, agar secepatnya menemukan pasangan hidup (menikah).
3.    Ertembe-tembe (Musyawarah ketika pesta berlangsung)
Ertembe adalah acara pedalan emas. Pertama pihak laki-laki melalui anak berunya akan menanyakan kepada pihak perempuan, apakah musyawarah sudah bias dimulai? Apabila dijawab sudah, maka pihak laki-laki akan menyerahkan enam buah kampil berisi perlengkapan merokok dan makan sirih kepada pihak laki-laki dan perempuan. Musyawarah ini di lakukan oleh anak beru kedua belah pihak, dan kalimbubu itu hanya mendengarkan dan memberikan pendapat jika terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh anak beru.

4.    Pedalan Ulu Emas
Selesai acara pedalan emas maka siempo menyerahkan ulu emas kepada kalimbubu singalo emas. Setelahitu, barudimulai acara adat. Acara adat dimulai dengan menari untuk musik menjemput (gendang ngelegi) pihak perempuan.
5.    AturenMenari /telah-telah
Sesudah itu diaturkan acara menari untuk memberikan wejangan dan ucapan selamat kepada pengantin:
1.    Sukut (siempo/sinereh)
2.    Sembuyak (siempo/sinereh)
3.    Senina, sepemeren, separibanen, sipengalon, sedalanan.
4.    Kalimbubusitelusadadalanen
a.    Si ngalobere-bere
b.    Singaloperkempun
c.    Singaloperbibin
5.    Anakberu (siempo/sinereh)
6.    Anakberumenteri
Pada acara menari (landek) ini telu sada sendalanen (singalobere-bere, singalo perkempun, singalo perbibin) menyerahkan luah (kado) kepada kedua mempelai berupa:
A.Lampu (tendang) yang menyala, maknanya agar keluarga yang didirikan itu menjadi terang kepada semua keluarga dan kepada orang banyak.
B. Kudin perdakanen ras ukat (Kuali ditambah sendok), maknanya adalah modal, agar keluarga berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kuali itu tidak boleh kosong, kalau itu kosong, maka akan terjadi permasalahan dalam keluarga itu.
C. Piring (pinggan) pasu, maknanya agar keluarga baru tersebut selalu menerima doa restu yang baik (pasu-pasu)
D. Beras meciho (beras page situnggung) dalam mankuk, elur ayam. Maknanya agar keluarga baru tersebut serasi dan menerima kemuliaan
E. Manuk pinta-pinta (ayam untuk dipelihara), maknanya agar keluarga tersebut memelihara ayam tersebut, agar kalau datang keluarga dapat dipotong dan dimakan bersama.
F. Amak dabuhken (tikar untuk tempat tidur, ditambah bantal) maknanya tempat tidur, memikirkan hal-hal yang baik.
Selain singalo bere-bere memberikan luah kepada pengantin, luah dari kalimbubu singalo perkempun  juga ikut berpartisipasi. Luah yang diberikan adalah :
a.Sebuah tikar kecil (amak cur)
b.Satu buah bantal
c.Seekor ayam untuk dipelihara
d.Duabuahpinggan (piring)
Luah dari singalo perbibin adalah:
Sebuah uis gara (perembah pertendian)
B. Sebuah tikar kecil
Luah dari kalimbubu singalo ulu emas adalah:
a.    Pinggan pasu dua buah
b.   Tikar satu buah
c.    Mangkok berisi beras dan sebutir telur
d.   Seekor anak ayam peliharaan.

6.    Sijalapen
Sijalapen adalah acara perkenalan antara keluarga laki-laki danperempuan, yang bertindak sebagai saksi di dalam perkawinan itu ditambah dengan kepala desa. Untuk sijalapen ini jumlah penanggung jawab haruslah 11 orang, sehingga apabila dari pihak perempuan ada 6 orang, maka dari pihak laki-laki 5 orang atau sebaliknya. 11 mempunyai makana supaya kebahagiaan selalu mengarunai kita semua ( ersada kerina tendi i rumah)
Pada waktu sijalapen ini masing-masing menyebutkan:
a. Gelar (nama)
b. Bere-bere (apa beru ibu dari pengantin)
c. kampungnya
d. nama orang tua kedua mempelai
e. sembuyak (saudara kandung) dari orang tua masing-masing mempelai[11]

F. Mukul
Pada malam harinya setelah pesta perkawinan di1aksanakan acara mukul (persada tendi). Untuk itu disiapkan manuk sangkep oleh kalimbubu si ngalo beré-beré berikut sebutir telur ayam Untuk tempat makan, disiapkan pinggan pasu beralaskan uis arinteneng di atas amak cur. Adapun yang hadir pada acara ini adalah sukut, kalimbubu si ngalo beré-beré, kalimbubu si ngaloperkempun, anak beru. Dan pihak laki-laki hadir sukut, sembuyak, si ngalo ulu emas, dan anak beru. Si kawin makan dari pinggan pasu.
Di daerah Karo Jahe (Nambiki) mukul diadakan di rumah si nerah. Untuk itu pihak pengantin laki-laki berangkat dan rumahnya atau dan rumah kundulen pada malam han. Di kin kanan pengantin berdiri si kembar memegang lampu (dian). Pengantin laki-laki memakai topi putih berjambul di bagian depan dan belakang, yang diikat dengan padang teguh, lalu dihias dengan rudang-rudang si melias gelar. Kemudian kepala kedua pengantin masing-masing diliuit dengan cemata runté-runtén.
Sesampai di pintu rumah orang tua pengantin perempuan, kedua pengantin dan rombongan berhenti sejenak, lalu diadakan acara tepung tawar dengan ngarnburken beras meciho kepada kedua pengantin.Hadirin lalu ralép-alép dan ndehilé. Ketika menepungtawari(’njujungi beras) ini kalimbubu berkata, “Enda amburi kami kam alu beras meciho, maka piher pé beras éndà, piherenlah tendindu duana”. Pengantin dan rombongan lalu masuk ke rumah, kemudian diadakan acara sbb.
a. Nakan pukulen
Bibi pengantin kemudian memberikan sekepal nasi kepada kedua pengantin, mereka lalu bertukar nasi kepal tersebut, kemudian meletakkannya di bawah tikar (amak jabu). Kemudian sekali lagi bibi pengantin memberikan masing-masing sekepal nasi kepada kedua pengantin. Pengantin lalu bertukar nasi kepal tersebut, lalu masing-masing memakannya. Sebelum makan, orang tua atau guru membaca makna terajun dan telur ayam. Selesai makan, kedua pengantin diberi sirih, lalu mereka bertukar sirih (belo) dan memakannya.
Di daerah Karo Baluren pada acara menenima nasi kepal itu pengantin lalu saling menyulang, pengantin laki-laki menyuapkan nasi kepada pengantin perempuan dan sebaliknya. Di daerah lainnya keduapengantin langsung makan.
Di Gunung Meriah (Karo Timur) lauk untuk mukul mi adalah ikan kaperas 3 ekor (Kongres Kebudayaan Karo, 1995).
b. Cinta-cinta
Di daerah Nambiki selesai makan dilanjutkan dengan acara cinta-cinta, yaitu diambil sebuahpingganpasu dan di atasnya diletakkan dua buah mangkuk, satu berisi air din gin dan satu benisi ainpanas. Selanjutnya, diletakkan lagi belo (sirih) kemudian di atas sirih itu diletakkan pangkal ukat. Kemudian diputar (buat lingkaran)kearahkiri. Setiapkali selesai satulingkaran ukat itu dimasukkan (cebukken) ke dalam mangkuk, pertama ke mangkuk berisi air panas.


G. Ngulih Tudung/Ngulihi Bulang
Biasanyaempat han setelah mukul, diadakanlah upacara ngulihi tudung/ngulihi bulang. Ngulihi tudung diadakan apa ukul di rumah orang tuamempelai wanita.
Ngulih tudung dalah suatu upacara, di mana kedua mempelai diarak (diantar) ke rumah orang tua mempelai perempuan; sedangkan ngulihi bulang adalah suatu upacara, dimana mempelai diarak dan orang tua mempelai perempuan menuju nimah orang tua mempelai laki-laki.
Kedatangan mereka ke rumah orang tuanya mi dengan membawa oleh-oleh (luah), yakni cimpa gulame (dodol) bila, ngulihi bulang dan lemang (rires) bila ngulihi tudung.
Sebelum acara makan bersama maka terlebih dahulu semua yang hadir memakan oleh-oleh (luah) itu tadi.

H. Penadingen
Apabila si perempuan berasal dari kampung lain atau di luar kampung laki-laki, maka keluarga perempuan itu di kampung laki-laki akan mengangkat penadingen, yaitu sebagai keluarganya di kampung itu. Untuk itu pada acara mukul atau waktu lain yang khusus diadakan untuk itu keluarga yang diangkat menjadi penadingen itu diundang hadir. Lalu diadakan musyawarah tentang penadingen itu.
Untuk itu akan ditentukanpenadingen dan si nereh (orang tua angkat pengantin perempuan), si ngalo bere-bere (mama angkat pengantin perempuan), dan si ngaloperkempun. Selesai runggu, maka diserahkanlah unjuken/gantang tumba, berebere, atau perkempun dan pengantin perempuan kepada penadingen itu.
Penadingenjuga dapat dii akukan untuk pengantin laki-laki, meliputi: sembuyak, senina, dan anak beru di kampung pengantin perempuan.[12]



[1]Darwan Prinst, S.H, Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004), hlm. 71
[2]Darwan Prinst, S.H, Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004) ....,hlm. 72-73
[3]Darwan Prinst, S.H,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004) ....,hlm. 75
[4]Darwan Prinst, S.H ,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004)....,hlm. 79-87
[5] Darwan Prinst, S.H., Adat Karo(Medan: Bina Media Perintis, 2004),...hlm. 88.
[6] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 88-89.
[7] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 90.
[8] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 91-92.
[9] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 92.
[10] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 93-94.
[11] Darwan Prinst, S.H,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004) ....,hlm. 94-124.

[12] Darwan Prinst, S.H,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis, 2004) ....,hlm .124-130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar