TATA CARA PERKAWINAN ADAT KARO
A. Pengantar
1. Pengertian
Suku
Karo memiliki tata cara perkawinan yang khas seperti suku lainnya. Adapun tata
cara itu yakni, perkenalan, pacaran, pertunangan, meminang, dan pengesahan
(perkawinan). Perkawinan pada adat karo bersifat religius dengan menggunakan
sistem eksogami yakni, seseorang harus kawin dengan orang dari luar merga-nya (clan), terkecuali pada merga Peranginangin dan Sembiring.
Perkawinan adat Karo tidak hanya mengikat kedua mempelai menjadi satu keluarga
tetapi mengikat keseluruhan keluarga besar dari kedua mempelai bahkan termasuk
mempersatukan arwah-arwah leluhur mereka.[1]
Dalam
masyarakat Karo ada dua cara proses perkawinan yakni, arah adat (menurut pesta adat) dan arah ture (hanya menurut persetujuan kedua mempelai/ tidak
dipestakan). Pada perkawinan arah ture biasanya
orang tua dari kedua mempelai yang lebih dominan dalam mengusahakan
kelangsungan dari pernikahan dari kedua mempelai. Mulai dari ipetandaken (perkernalan calon
mempelai), maba belo selambar (meminang),
hingga pada pesta perkawinan. Sedangkan pada perkawinan arah ture (tanpa pesta adat) peran orang tua dalam perkawinan
anaknya tidak terlalu besar, meskipun begitu merekatetap dilibatkan. Hal ini
dikarenakan perkawinan yang dilangsungkan hanya berdasarkan atas persetujuan
kedua mempelai tidak melibatkan keluarga besar.[2]
2. Syarat Perkawinan[3]
Adapun syarat
perkawinan dalam masyarakat Karo ialah:
a.
Tidak berasal dari satu merga
kecuali, bagi Peranginangin dan Sembiring.
b.
Sudah dewasa. Dalam masyarakat Karo tidak ada batas usia
yang pasti dalam menentukan kedewasaan seseorang. Seseorang dikatakan telah
dewasa apabila ia telah mampu bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. Bagi seorang laki-laki dikatakan dewasa apabila ia sudah mampu
bertani dan mengetahui adat berkeluarga (ertutur).
Sedangkan untuk perempuan dikatakan telah dewasa apabila ia suada mengalami
akil balik dan telah mengatahui adat berkeluarga (ertutur). Jadi seorang laki-laki maupun perempuan yang hendak
menikah harus belajar ertutur terlebih
dahulu agar ketika telah berkeluarga mereka mampu menjalani adat-istiadat dalam
berkeluarga dengan baik.
3Jenis-Jenis Perkawinan dalam Adat Karo[4]
Berdasarkan jauh
dekatnya hubungan kekeluargaan dari kedua mempelai maka dikenal ada empat jenis
pernikahan yakni:
a.
Pertuturken
Perkawinan ini dikatakan pertuturken apabila kedua mempelai yang
hendak menikah tidak memiliki hubungan kekerabatan, misalnya rimpal (ayah si perempuan bersaudara
dengan ibu si pria). Perkawinan demikian diizinkan apabila kedua mempelai tidak
erturang (satu merga).
b.
Erdemu Bayu
Perkawinan jenis ini kebalikan dari
perkawinan pertuturken. Suatu
perkawinan disebut erdemu bayu apabila
seseorang laki-laki menikahi putri pamannya sendiri (saudara kandung ibunya). Hubungan kedua mempelai ini dalam kekerabatan
masyarakat Karo disebut sebagai impal.
c.
La arus
Pernikahan ini juga sering disebut
sebagai pernikahan terlarang. Hal ini dikarenakan seorang lelaki maupun
perempuan mengawini turang-nya
sendiri (saudara ataupun satu merga
denganya).Pada umumnya orang yang melakukan pernikahan ini akan dikucilkan
atupun diekskomunikasi dari masyarakat Karo. Mereka tidak lagi diizinkan
tinggal di Tanah Karo Simalem.
d. Nangkih
Suatu pernikahan dikatakan nangkih apabila kedua mempelai yang
hendak menikah tidak mendapat restu dari kedua orangtuanya. Dengan kata lain
perkawinan ini disebut sebagai kawin lari. Biasanya si laki-laki akan
menanyakan terlebih dahulu kepada si perempuan apakah ia mau di bawa nangkih (kawin lari).Jika si perempuan setuju
maka sebelum pergi ia akan meninggalkan suatu tanda berupa kain, perhiasan,
ataupun barang lainnya yang ditempatkan sedemikian rupa agar ketika melihat
tanda itu orang tuanya langsung mengerti bahwa anak perempuannya sudah pergi nangkih.
Setelah mengetahui putrinya pergi nangkih, maka ada dua tindakan yang
dapat dilakukan orang tuanya yakni, merestui pernikahan anaknya atau
sebaliknya. Apabila orang tua si perempuan tidak setuju maka dalam waktu empat
menurut adat yang berlaku,si ayah dapat menarik putrinya dari penangkihen (menjemputnya ke rumah pihak
laki-laki), akan tetapi jika telah lewat dari waktu tenggang tersebut si ayah
masih belum datang menjemput maka orang tua dari mempelai perempuan telah
merestui perkawinan tersebut.
B. MABA BELO SELAMBAR
Maba
Belo Selambar ini adalah suatu acara dalam adat Karo
yang dilakukan guna untuk melamar seorang gadis oleh keluarga pria tersebut.[5]
Ini adalah salah satu proses yang terdapat dalam adat Karo saat melamar
pasangannya. Hal ini bertujuan untuk menanyakan atau meminta izin untuk kesediaan
si gadis, orangtua, saudara-saudaranya dan keluarga-keluarga besar dari pihak
si gadis atas lamaran tersebut.[6]
Pada awalnya, acara ini yaitu Maba Belo Selambar dilakukan pada malam
hari seusai makan malam, tetapi mungkin hal ini dianggap sedikit ganjil karena
penutup acaranya hanya begitu saja, yakni setalah selesai dibicarakan, sehingga
banyak orang bosan karena tidak ada sesuatu yang membuat para tamu agar tidak
cepat pulang. Maka dari itu, acara tersebut sudah biasa dilakukan pada pagi
sampai siang hari dan ditutup dengan makan siang bersama, sehingga para tamu
tidak terlalu kuatir dalam hal kebutuhan jasmaninya.
Proses acara Maba Belo Selambar ini dilakukan pada tahap pertamanya ialah
menyerahkan Kampil Persintabin
(benda-benda utama sebagai tanda meminta izin oleh pihak pria. Benda-benda
sebagai tanda meminta izin itu disebut Kampil
yang isinya ialah peralatan rokok secara lengkap yang bertujuan untuk meminta
izin kepada ayah si gadis mewakili kaum laki-laki dalam keluarga itu, dan
peralatan makan sirih secara lengkap yang bertujuan untuk meminta izin kepada
ibu si gadis mewakili kaum wanita dalam keluarga tersebut. Setelah penyerahan Kampil Persintabin ini selesai, maka
tahap berikutnya ialah untuk membicarakan kesediaan si gadis, dan bila dari
pihak si gadis menyetujuinya, maka inti dari acara itu sudah selesai.[7]
Setelah
acara untuk mempertanyakan kesediaan pihak gadis selesai, maka dilakukan “Sijalapen” (keluarga dekat) sebagai
tanda kesepakatan bersama antara keluarga pria dan wanita dan untuk tanda atau
bukti dari kesepakatan itu, keluarga dari pihak laki-laki menyerahkan pudun dan penindih pudun, yaitu daun nipah sebanyak lima buah kepada pihak
perempuan tersebut yang isi utamanya ialah untuk melanjutkan pelaksanaan acara nganting manuk. Sedangkan satu buah daun
nipah tersebut diberikan kepada pihak laki-laki sebagai tanda untuk diumumkan
kepada semua para tamu yang hadir tentang isi dari acara yang telah selesai
dilaksanakan.[8]
C. NGANTING MANUK (MUDUNI/ MABA LUAH)
Acara
Nganting Manuk adalah suatau
kelanjutan dari acara Maba Belo Selambar
yang isinya adalah membicarakan tentang seberapa
besar mas kawin yang harus diterima oleh perempuan. Maka dari itu dapat
dikatakan bahwa si gadis sudah dibeli oleh pihak keluarga pria. Oleh sebab itu
dalam acara ini harus dihadiri oleh keluarga besar dari masing-masing pihak dan
bila diantara keluarga itu belum dapat hadir maka akan ditunggu untuk meminta
pesetujuan atau pun bahwa acara ini sah dilaksanakan.[9]
Acara nganting
manuk ini dilakukan pada malam hari yang diawali dengan makan bersama yang
lauk utamanya harus ayam, karena manuk
yang berarti ayam. Hal ini memang sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan
dalam adat Karo. Pada proses acara nganting
manuk ini, harus tersedia kampil
persintabin atau peralatan merokok dan makan sirih dengan lengkap sebanyak
enam buah. Tetapi kampil sebanyak
lima buah harus diberikan kepada pihak gadis terlebih dahulu, maka musyawarah
pun dapat dimulai (runggu), dan
ditentukan mengenai seberapa besar sesuatu yang diberi kepada pihak si gadis
tersebut.[10] Setelah acara ini, maka
dilanjutkan acara lainnya seperti landek
(menari), ngerende (bernyanyi) dan
lainnya hingga seluruh acara selesai.
D.
Gantang Tumba / Unjuken
Gantang
tumba adalah luah dari singalobere-bere kepada pengantin yang menikah.Luah singalo bere-bere adalah :
A. Lampu (tendang) yang menyala, maknamya agar keluarga yang didirikan itu
menjadi terang kepada semua keluarga dan kepada orang banyak.
B. Kudin
perdakanen ras ukat (Kuali ditambah sendok), maknanya adalah modal, agar
keluarga berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kuali itu tidak boleh kosong, kalau itu kosong, maka akan terjadi permasalahan
dalam keluarga itu.
C. Piring (pinggan) pasu, maknanya agar keluarga
baru tersebut selalu menerima doa restu yang baik (pasu-pasu)
D. Beras meciho (beras page situnggung) dalam mangkuk,
telur ayam. Maknanya agar keluarga baru tersebut serasi dan menerima kemuliaan
E. Manuk
pinta-pinta (ayam untuk dipelihara), maknanya agar keluarga tersebut
memelihara ayam tersebut, agar kalau datang keluarga dapat dipotong dan dimakan
bersama.
F. Amak
dabuhken (tikar untuk tempat tidur, ditambah bantal) maknanya temapt
tidur,memikirkan hal-hal yang baik.
Selain singalo bere-bere memberikan luah kepada pengantin, luah dari kalimbubu singalo perkempun juga ikut berpartisipasi. Luah yang diberikan adalah :
a.
Sebuah
tikar kecil
b.
Satu
buah bantal
c.
Seekor
ayam untuk dipelihara
d.
Pinggan (piring)
Luah dari singalo perbibin adalah:
a.
Sebuah
uis gara (perembah pertendian)
b.
Sebuah
tikar kecil
Luah dari kalimbubu singalo ulu emas adalah:
a.
Pinggan pasu dua buah
b.
Tikar
satu buah
c.
Mangkok
berisi beras dan sebutir telur
d.
Seekor
anak ayam peliharaan
Selesai membicarakan tentang luah, maka
pembicaraan dilanjutkan mengenai:
1.
Hari
pelaksanaan pesta
Maksudnya
pesta diadakan dimana, pukul berapa dan sebagainnya.
2. Ose
Selanjutnya,
dibicarakan masalah ose (pakaian
adat) yang akan dipakai oleh pengantin, orang tua (nande/bapa), sembuyak, dan senina serta tanda-tanda untuk anak
beru
Pakaian
pengantin laki-laki adalah:
Uis nipes
Sertali
Gelang
sarung
Uis
ariteneng/julu
Uis
emas
Uis
nipes
Ragi
jenggi
|
Bulang-bulang
Hiasan
bulang-bulang ditambah kalung
Tangan kanan
Gonje
Kadang-kadang
Cengkok-cengkok
benting
|
Pakaian
pengantin perempuan adalah:
Kelam-kelam
Uis
Sertali
Anting-anting tudung
Uis arinteneng
Uis nipes
|
Tudung
jujungen
Hiasan tudung
Anting kodong-kodong
Abit
Langge-langge
|
Selesai
pembicaraan soal ose, dibicarakanlah
masalah acara pesta. Yang diperbincangkan dalam pesta tersebut adalah, kegiatan
apa yang akan dilakukan? Apa yang pertama dan apa yang terakhir. Setelah
selesai dibicarakan hal tersebut, maka yang dibahas selanjutnya adalah, apa
lauk pauk (gulen) yang akan di
gunakan dalam pesta nantinya. Maka akan diadakan musyawarah untuk membahasa
semuanya itu, mulai dari persiapan pesta sampai akhir pesta.
E. Kerja Nereh Empo
1.
Nangketken
Ose
Pada hari yang telah ditentukan diadakan
pesta perkawinan. Hari itu semua sangkep nggeluh
(keluarga laki dan perempuan)dari kedua belah pihak hadir untuk memuliakan
pesta perkawinan. Pertama-tama kalimbubu
si ngalo ul emas akan memasangkan ose
pengantin laki-laki dan sinereh memasangkan ose
pengantin si perempuan. Selanjutnya semua
Sukut iosei oleh kalimbubu singlo ulu emas janah simbaba ose-nya masing-masing.
Selesai ose maka acara akan dimulai.
2. Nuranjang/
Ngelangkah
Sebelum
dilaksanakan pesta perkawinan, maka masing-masing calon pengantin diperiksa
apakah ia mendahului kakak/abangnya untuk berkeluarga atau tidak? Apabila
terjadi demikian, maka terlebih dahulu harus diadakan upacara khusus yang
disebut nabei (membayar utang) kepada
kakak yang dilangkahinya untuk menikah (nuranjang).
Kepada
abang yang di langkahi diserahkan bulang-bulang
(penutupkepala), sarung (kampuh)
tikar (amak) lengkap dengan bantalnya
unutk tempat tidur. Sedangkan kepada kakak yang dilangkahi diberikan tudung (penutup kepala) dan sarung (abit). Pemberian sabe ini disaksikan oleh keluarga terdekatdari nuranjang (anakberu, kalimbubu, senina) Pemberian ini dimaksudkan,
agar tendi (roh) kakak/abang yang
dilangkahi tidak terganggu karena, abang/kakak dilangkahi.
Ada sesuatu
kepercayaan masyarakat, bahwa setelah upacara ini dilaksanakan maka abang/kakak yang dilangkahi ini
secepatnya akan menemukan jodohnya. Setelah acara pemberian sabeini, bibi (saudari ayah dari pengantin) yang
memeberi nasehat (pedah-pedah) kepada
kakak/abang dari pengantin, agar secepatnya menemukan pasangan hidup (menikah).
3. Ertembe-tembe
(Musyawarah ketika pesta berlangsung)
Ertembe adalah acara pedalan emas. Pertama pihak
laki-laki melalui anak berunya akan menanyakan kepada pihak perempuan, apakah musyawarah
sudah bias dimulai? Apabila dijawab sudah, maka pihak laki-laki akan menyerahkan
enam buah kampil berisi perlengkapan merokok dan makan sirih kepada pihak laki-laki dan perempuan. Musyawarah ini di lakukan oleh anak beru kedua belah pihak, dan kalimbubu itu hanya mendengarkan dan
memberikan pendapat jika terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh anak beru.
4.
Pedalan Ulu
Emas
Selesai acara pedalan emas maka siempo
menyerahkan ulu emas kepada kalimbubu singalo emas. Setelahitu,
barudimulai acara adat. Acara adat dimulai dengan menari untuk musik menjemput
(gendang ngelegi) pihak perempuan.
5. AturenMenari /telah-telah
Sesudah itu diaturkan acara menari untuk
memberikan wejangan dan ucapan selamat kepada pengantin:
1.
Sukut
(siempo/sinereh)
2.
Sembuyak
(siempo/sinereh)
3.
Senina,
sepemeren, separibanen, sipengalon, sedalanan.
4.
Kalimbubusitelusadadalanen
a.
Si ngalobere-bere
b.
Singaloperkempun
c.
Singaloperbibin
5.
Anakberu
(siempo/sinereh)
6.
Anakberumenteri
Pada acara menari (landek) ini
telu sada sendalanen (singalobere-bere,
singalo perkempun, singalo perbibin) menyerahkan luah (kado) kepada kedua mempelai berupa:
A.Lampu (tendang) yang menyala, maknanya agar
keluarga yang didirikan itu menjadi terang kepada semua keluarga dan kepada
orang banyak.
B. Kudin perdakanen ras ukat (Kuali ditambah sendok), maknanya
adalah modal, agar keluarga berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan
hidup sehari-hari. Kuali itu tidak boleh kosong, kalau itu kosong, maka akan
terjadi permasalahan dalam keluarga itu.
C. Piring (pinggan) pasu, maknanya agar keluarga
baru tersebut selalu menerima doa restu yang baik (pasu-pasu)
D. Beras
meciho (beras page situnggung) dalam mankuk, elur ayam. Maknanya agar
keluarga baru tersebut serasi dan menerima kemuliaan
E. Manuk
pinta-pinta (ayam untuk dipelihara), maknanya agar keluarga tersebut
memelihara ayam tersebut, agar kalau datang keluarga dapat dipotong dan dimakan
bersama.
F.
Amak dabuhken (tikar untuk tempat tidur, ditambah bantal) maknanya tempat
tidur, memikirkan hal-hal yang baik.
Selain
singalo bere-bere
memberikan luah kepada pengantin, luah dari kalimbubu
singalo perkempun juga ikut
berpartisipasi. Luah yang diberikan adalah :
a.Sebuah tikar
kecil (amak cur)
b.Satu buah bantal
c.Seekor ayam
untuk dipelihara
d.Duabuahpinggan (piring)
Luah dari singalo perbibin adalah:
Sebuah uis gara (perembah pertendian)
B. Sebuah tikar kecil
Luah dari kalimbubu singalo ulu emas adalah:
a.
Pinggan
pasu dua buah
b.
Tikar
satu buah
c.
Mangkok
berisi beras dan sebutir telur
d.
Seekor
anak ayam peliharaan.
6.
Sijalapen
Sijalapen adalah acara
perkenalan antara keluarga laki-laki danperempuan, yang bertindak sebagai saksi di dalam perkawinan itu ditambah
dengan kepala desa. Untuk sijalapen
ini jumlah penanggung jawab haruslah 11 orang, sehingga apabila dari pihak
perempuan ada 6 orang, maka dari pihak laki-laki 5 orang atau sebaliknya. 11
mempunyai makana supaya kebahagiaan selalu mengarunai kita semua ( ersada kerina tendi i rumah)
Pada
waktu sijalapen ini masing-masing menyebutkan:
a.
Gelar (nama)
b.
Bere-bere (apa beru ibu dari pengantin)
c.
kampungnya
d.
nama orang tua kedua mempelai
e.
sembuyak (saudara kandung) dari orang tua masing-masing mempelai[11]
F. Mukul
Pada
malam harinya setelah pesta perkawinan di1aksanakan acara mukul (persada
tendi). Untuk itu disiapkan manuk sangkep oleh kalimbubu si ngalo beré-beré
berikut sebutir telur ayam Untuk tempat makan, disiapkan pinggan pasu
beralaskan uis arinteneng di atas amak cur. Adapun yang hadir pada acara ini
adalah sukut, kalimbubu si ngalo beré-beré, kalimbubu si ngaloperkempun, anak
beru. Dan pihak laki-laki hadir sukut, sembuyak, si ngalo ulu emas, dan anak
beru. Si kawin makan dari pinggan pasu.
Di
daerah Karo Jahe (Nambiki) mukul diadakan di rumah si nerah. Untuk itu pihak
pengantin laki-laki berangkat dan rumahnya atau dan rumah kundulen pada malam
han. Di kin kanan pengantin berdiri si kembar memegang lampu (dian). Pengantin
laki-laki memakai topi putih berjambul di bagian depan dan belakang, yang
diikat dengan padang teguh, lalu dihias dengan rudang-rudang si melias gelar.
Kemudian kepala kedua pengantin masing-masing diliuit dengan cemata
runté-runtén.
Sesampai
di pintu rumah orang tua pengantin perempuan, kedua pengantin dan rombongan
berhenti sejenak, lalu diadakan acara tepung tawar dengan ngarnburken beras
meciho kepada kedua pengantin.Hadirin lalu ralép-alép dan ndehilé. Ketika
menepungtawari(’njujungi beras) ini kalimbubu berkata, “Enda amburi kami kam
alu beras meciho, maka piher pé beras éndà, piherenlah tendindu duana”.
Pengantin dan rombongan lalu masuk ke rumah, kemudian diadakan acara sbb.
a. Nakan pukulen
Bibi
pengantin kemudian memberikan sekepal nasi kepada kedua pengantin, mereka lalu
bertukar nasi kepal tersebut, kemudian meletakkannya di bawah tikar (amak
jabu). Kemudian sekali lagi bibi pengantin memberikan masing-masing sekepal
nasi kepada kedua pengantin. Pengantin lalu bertukar nasi kepal tersebut, lalu
masing-masing memakannya. Sebelum makan, orang tua atau guru membaca makna
terajun dan telur ayam. Selesai makan, kedua pengantin diberi sirih, lalu
mereka bertukar sirih (belo) dan memakannya.
Di
daerah Karo Baluren pada acara menenima nasi kepal itu pengantin lalu saling
menyulang, pengantin laki-laki menyuapkan nasi kepada pengantin perempuan dan
sebaliknya. Di daerah lainnya keduapengantin langsung makan.
Di
Gunung Meriah (Karo Timur) lauk untuk mukul mi adalah ikan kaperas 3 ekor
(Kongres Kebudayaan Karo, 1995).
b. Cinta-cinta
Di
daerah Nambiki selesai makan dilanjutkan dengan acara cinta-cinta, yaitu
diambil sebuahpingganpasu dan di atasnya diletakkan dua buah mangkuk, satu
berisi air din gin dan satu benisi ainpanas. Selanjutnya, diletakkan lagi belo
(sirih) kemudian di atas sirih itu diletakkan pangkal ukat. Kemudian diputar
(buat lingkaran)kearahkiri. Setiapkali selesai satulingkaran ukat itu
dimasukkan (cebukken) ke dalam mangkuk, pertama ke mangkuk berisi air panas.
G. Ngulih Tudung/Ngulihi Bulang
Biasanyaempat
han setelah mukul, diadakanlah upacara ngulihi tudung/ngulihi bulang. Ngulihi
tudung diadakan apa ukul di rumah orang tuamempelai wanita.
Ngulih
tudung dalah suatu upacara, di mana kedua mempelai diarak (diantar) ke rumah
orang tua mempelai perempuan; sedangkan ngulihi bulang adalah suatu upacara,
dimana mempelai diarak dan orang tua mempelai perempuan menuju nimah orang tua
mempelai laki-laki.
Kedatangan
mereka ke rumah orang tuanya mi dengan membawa oleh-oleh (luah), yakni cimpa gulame
(dodol) bila, ngulihi bulang dan lemang (rires) bila ngulihi tudung.
Sebelum acara
makan bersama maka terlebih dahulu semua yang hadir memakan oleh-oleh (luah)
itu tadi.
H.
Penadingen
Apabila
si perempuan berasal dari kampung lain atau di luar kampung laki-laki, maka
keluarga perempuan itu di kampung laki-laki akan mengangkat penadingen, yaitu
sebagai keluarganya di kampung itu. Untuk itu pada acara mukul atau waktu lain
yang khusus diadakan untuk itu keluarga yang diangkat menjadi penadingen itu diundang
hadir. Lalu diadakan musyawarah tentang penadingen itu.
Untuk
itu akan ditentukanpenadingen dan si nereh (orang tua angkat pengantin
perempuan), si ngalo bere-bere (mama angkat pengantin perempuan), dan si
ngaloperkempun. Selesai runggu, maka diserahkanlah unjuken/gantang tumba,
berebere, atau perkempun dan pengantin perempuan kepada penadingen itu.
Penadingenjuga
dapat dii akukan untuk pengantin laki-laki, meliputi: sembuyak, senina, dan
anak beru di kampung pengantin perempuan.[12]
[1]Darwan
Prinst, S.H, Adat Karo (Medan: Bina
Media Perintis, 2004), hlm. 71
[2]Darwan Prinst, S.H, Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis,
2004) ....,hlm. 72-73
[3]Darwan Prinst, S.H,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis,
2004) ....,hlm. 75
[4]Darwan Prinst, S.H ,Adat Karo (Medan: Bina Media Perintis,
2004)....,hlm. 79-87
[5] Darwan Prinst, S.H., Adat Karo(Medan: Bina Media Perintis,
2004),...hlm. 88.
[6] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 88-89.
[7] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 90.
[8] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 91-92.
[9] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 92.
[10] Darwan Prinst, S.H., Adat ..., hlm. 93-94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar