Translate

Minggu, 07 Oktober 2018

Karo


GURO-GURO ARON DALAM SUKU KARO


  1. Kata Pengantar
Indonesia memiliki berbagai suku yang beranekaragam. Setiap suku memiliki kebudayaan yang  mencirikan kekhasannya sebagai pengungkapan eksistensi jati diri. Salah satu kebudayaan tersebut ialah upacara adat. Upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat sebuah suku berasal dari pikiran dan pengalaman yang mereka alami, kemudian diwariskan melaui proses internalisasi kepada generasi selanjutnya hingga kini. Salah satu suku yang akan ditampilkan dalam tulisan ini ialah suku karo. Suku karo memiliki upacara adat yang bersifat sakral dan ada juga yang bersifat profan. Adat-istiadat bagi masyarakat karo merupakan ungkapan identitasnya yang tergambar dalam prikehidupan pribadi maupun hubungan kekeluargaan dan kemasyarakatan. Seiring perkembangan zaman kebudayaan yang dimilliki suku karo mulai berubah sesuai dengan tuntutan zaman.[1] Penulis ingin menampilkan salah satu  upacara adat suku karo yang bersifat profan (hiburan) yaitu guro-guro aron.

  1. Guro-Guro Aron[2]
Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu guro-guro dan aron. Guro-guro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guro-guro aron berarti suatu pesta yang dilaksankan oleh muda-mudi berdasarkan adat dan kebudayaan karo. Guro-guro aron sendiri merupakan pesta yang dilaksanakan sebagai ungkapan syukur muda-mudi setelah selesai melakukan aron. Aron itu merupakan bagian dari kegiatan yang dilaksanakan pemuda-pemudi untuk saling membantu mengurus padi di sawah masing-masing. Kegiatan ini dilakukan bergiliran setiap hari atau setengah hari sekali.
Pesta ini dilaksanakan dengan diiringi musik khas suku karo serta seorang penyanyi/ perkolong-kolong. Perkolong-kolong sebelumnya dikenal dengan nama permangga-mangga yaitu orang yang pekerjaannya menyanyi dari satu desa ke desa yang lain dan siap menyanyikan lagu-lagu karo apa saja selama pesta ini dilaksanakan. Perkolong-kolong bisanya dua orang yang terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Perlengkapan alat musik yang dipakai di dalam pesta ini antaralain: serune, gendang (singindungi dan singanaki),[3] gung dan penganak. Namun sekarang alat-alat itu sudah berubah dan digantikan dengan keyboard.[4] Biaya pesta guro-guro aron ini ditanggung bersama oleh peserta. Biasanya muda-mudi memungut biaya kerumah-rumah yang akan mengikuti pesta pada desa itu. Pesta guro-guro aron ini biasanya dimulai pada malam hari dan dilanjutkan pada  pagi hari sampai sore hari. Pesta guro-guro aron ini sendiri berfungsi sebagai:
-          Latihan untuk Menjadi Pemimpin
Dalam pelaksanaan guro-guro aron muda-mudi dipercayakan untuk mengatur, memimpin dan mengurusi seluruh persiapan. Salah satu persiapan yang dilakukan ialah bertugas sebagai  pengulu aron, bapa (pulu) aron atau nade aron menurut kelompok merga, yang terpenting juga adalah orang yang mengikuti guro-guro aron adalah orang yang dipersiapkan untuk menjadi kepala desa (kuta) dikemudian hari. Meskipun orang-orang yang mengikuti pesta ini tidak dibatasi.
-          Belajar Adat Karo
Dalam pelaksanaan guro-guro aron muda-mudi belajar, mengenal dan mencintai adat mereka sendiri yaitu adat karo karena adat suku mereka merupakan identitas diri mereka, sehingga kelak dapat diwariskan kepada anak cucu mereka dan adat suku karo tetap lestari dan dapat mempertahankan eksistensinya. Contoh: hal paling perlu diketahui dalam mengikuti pesta ini ialah ertutur,[5] karena itu perlu diketahui sehingga mampu memilih mana yang bisa dijadikan pasangan menari dan mana yang tidak bisa. Tujuan mengetahui ertutur tidak hanya sebatas mengetahui siapa yang bisa dijadikan pasangan menari dan mana yang tidak bisa dijadikan pasangan menari, alasan itu terlalu sempit dan hanya dapat dipakai dalam konteks guro-guro aron saja tetapi dalam konteks yang lebih umum  agar dapat menempatkan diri pada posisi yang seharusnya demi menjaga hubungan kekeluargaan dengan sesama.
-          Belajar Etika
Muda-mudi yang mengikuti pesta guro-guro aron harus belajar bertatakrama hidup dengan sesama.
-          Hiburan
 Acara ini juga hiburan untuk muda-mudi setelah letih dengan kegiatan sehari-hari, dan biasanya dari kampung tetangga pun ikut hadir.
-          Metik
Para mudi-mudi momen ini merupakan waktunya untuk belajar merias diri. Melakukan perawatan tubuh seperti melulur diri, membuat tudung, bulang-bulang[6], dll.
-          Arena cari jodoh
Guro-guro aron merupakan saat untuk para muda-mudi mencari jodoh, oleh karena itu tak jarang para orang tua mendorong anaknya untuk mengikuti pesta ini karena melihat banyak perawan tua dan lajang tua di kampungnya.

3.    Pelaksanaan Guro-Guro Aron[7]
Pelaksanaan  guro-guro aron biasanya dipimpin oleh pengulu aron dan kemberahen aron yang telah dipilih. Pengulu aron dipilih dari pemuda keturunan bangsa tanah (si mantek kuta), sementara kemberahen aron dipilih dari pemudi anak kalimbubu kuta jika tidak memungkinkan maka diangkat dari anak beru kuta. Pengulu aron dan kemberahen aron yang menentukan dan bertanggung jawab atas berjalannya pesta ini. Maka mereka yang terpilih menjadi pengulu dan kemberahen aron adalah orang yang dipersiapkan menjadi pemimpin desa kelak. Orang yang mengikuti pesta ini dinamakan Simantek guro-guro aron maksudnya pemuda dan pemudi dari satu atau dua yang ikut sebagai peserta/ pelaksana guro-guro aron. Simantek guro-guro aron berkewajiban membayar biaya dengan jumlah yang telah ditentukan melalui musyawarah.
Setelah seluruh peserta pesta datang berkumpul di tempat yang ditentukan maka dilakukanlah pengelompokan aron. Penglompokan aron maksudnya ialah pengelompokan menurut marga dan beru masing-masing  demi manjaga tata aturan adat. Demi memisahkan pasangan yang tidak boleh kawin karena marga, tidak boleh duduk bersama. Lalu ditentukanlah tempat duduk tiap-tiap merga yang telah ditentukan atau dengan bahasa karonya ialah Kundulen guro-guro aron maksudnya ialah tempat duduk guro-guro yang ditempatkan pada salah satu rumah adat. Tujuannya ialah untuk menjaga hal pelaksanaannya, guro-guro aron tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Orang yang berhak untuk meminta izin kepada pemilik rumah aron agar dipakai untuk pesta ialah pengulu aron dan kemberahen aron.
Setelah pengelompokan merga-merga selesai dilakukan dan kundulen aron juga selesai maka acara menari bersama pun dimulai. Biasanya dalam memulai pesta pembukaan guro-guro aron ada beberapa acara yang biasa ditampilkan sebagai acara pembukaan antaralain: perkolong-kolong diadu berpantun sambil bernyanyi, dan diadakan pencak silat (ndikkar).[8] Setelah orang-orang berkumpul barulah pesta dimulai menurut aturan adat karo. Di dalam acara menari pun ada aturan yang sudah ditetapkan menurut adat karo antara lain:
1.      Gendang adat
- Menari kelompok pendiri kampung (si mantek kuta)
- Menari kelompok kalimbubu kuta
- Menari kelompok anak beru.
2.      Lande[9]k  permerga-merga
Di sini diatur cara menari (landek) menurut merga masing-masing. Aturan disetiap              kampung dapat berbeda. Aturan urutannya dapat disesuaikan menurut kampung masing-masing.
Menari merga Ginting.
Menari merga Sembiring.
Menari merga Tarigan.
Menari merga karo-karo.
Menari merga Perangin-angin.
3.      Landek aron
Acara ini biasanya dilaksanakan setelah selesai melakukan menari pengulu aron dan kemberahen aron diiringi seluruh aron. Kemudian dilanjutkan dengan acara pekuta-kutaken.
4.      Landek pekuta-kutaken
Pada sesi inilah kesempatan bagi tamu yang datang dari kampung tetangga diberi kesempatan untuk menari. Sebelumnya mereka harus sudah melaporkan kehadiran mereka dipesta kepada pengulu/kemberahen aron agar disediakan tikar tempat mereka duduk. Pada siang hari diselingi dengan makan bersama, makanan yang sebelumnya telah dimasak secara bersama-sama juga oleh muda-mudi sebagai bentuk kerjasama, gotong royang. Makan siang tidak ditentukan setelah acara apa dilakukan, saat sudah siang hari maka acara makan bersama dilakukan.
Acara tepuk ndahile acara ini merupakan acara penutup dari serangkaian acara pada pesta guro-guro aron. Pesta ini ditutup dengan melaksanakan landek menurut kelompok marga dan sesuai dengan aturan adat, tetapi dalam acara ini semua diberi kesempatan juga untuk menari termasuk pemusik diberi kesempatan untuk ikut menari. Acara pun selesai.

  1. Refleksi kritis
Guro-guro aron adalah pesta seni untuk kaum muda, nilai yang ditanamkan dalam pesta adat ini ialah kecintaan terhadap seni budaya yang perlu terus dipertahankan dan dikembangkan dan nilai-nilai sopan santun yang ada dalam suku karo. Seiring berjalannya waktu yang semakin menuju ke arah modernisasi kebudayaan ini mulai hilang pelan-pelan, kaum muda yang sudah enggan untuk meluangkan waktunya untuk melakukan kegiatan ini. Tetapi lebih memilih untuk mengikuti arus jaman seperti kuliah, dan merantau ke kota. Pelan-pelan kaum muda di tanah karo sudah tidak ada lagi yang meneruskan kegiatan ini, dan mungkin beberapa tahun kedepan jika kaum muda tidak disadarkan akan bahaya kepunahan kebudayaan ini maka bukan tidak mungkin akan punah dan tinggal kenangan saja.  Didalam kebudayaan karo juga masih sangat kental nuansa ritual-ritual yang bersifat magis, seperti orang-orang yang biasa berhubungan dengan roh para leluhur (guru si baso) dengan memberi persembahan kepada roh para leluhur tujuannya agar permohonan mereka dikabulkan. Hal berbau magis seperti ritual-ritual khusus masih sangat lengket dengan masyarakat suku karo terutama dalam pelaksanaan pesta guro-guro aron tujuannya agar pesta berjalan lancar dan cuaca cerah. Alangkah lebih baik jika kebudayaan seperti guro-guro aron ini dipertahankan tanpa dicampurkan dengan kebiasaan yang berbau magis. Kini setelah keagamaan mulai masuk kedalam suku karo dan mempengaruhi kehidupan masyarakat suku karo, salah satunya ialah kekristenan yang telah mempengaruhi budaya karo sehingga kebiasaan ini mulai ditinggalkan dan beralih kepada keagamaan. Salah satu nilai-nilai katolik yang ditanamkan kepada masyarakat suku karo ialah perintah Allah yang berbunyi “ jangan menyembah berhala” Jelas ajaran itu sangat bertentangan dengan kebiasaan yang ada dalam suku karo berkaitan dengan persembahan-persembahan untuk leluhur. Berkat sikap gereja yang tegas dalam tugas pewartaannya ritual ini semakin lama mulai ditinggalkan masyarakat hingga kini. Pada sebagian besar desa


[1]  Drs.Tridah Bangun,Manusia Batak Karo,(),hlm.116.
[2]  Darwan Prinst,S.H,Adat Karo,( Medan:Bina Media Perintis,2004),hlm. 280
[3]  singindungi dan singanaki merupakan jenis gendang di dalam suku karo.
[4]  Keyboard merupakan alat musik modern  tidak alat musik asli suku karo.
[5]  Ertutur ialah hubungan kekerabatan antara merga-merga yang ada di dalam suku karo.
[6] Tudung merupakan kain khas suku karo khusus untuk wanita (uis nipes) yang di bentuk dengan gaya/ bentuk khas/khusus untuk menutupi kepala wanit yang  dipakai hanya pada  pesta adat terutama tuan pesta, bulang-bulang kain khas suku karo untuk pria (beka buluh) yang dibentuk dengan gaya/ bentuk khusus untuk menutupi kepala pria yang hanya dipakai pada pesta adat terutama tuan pesta.
[7]  Darwan Prinst,S.H,Adat Karo...,hlm. 281-283.

[8]  Pencak Silat (ndikkar) merupakan seni bela diri.
[9]  Landek artinya menari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar