GURO-GURO ARON DALAM SUKU KARO
- Kata Pengantar
Indonesia memiliki berbagai suku yang beranekaragam. Setiap suku memiliki
kebudayaan yang mencirikan kekhasannya
sebagai
pengungkapan
eksistensi jati diri. Salah satu kebudayaan tersebut ialah upacara adat.
Upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat sebuah suku berasal dari
pikiran dan pengalaman yang mereka alami, kemudian diwariskan melaui proses internalisasi
kepada generasi selanjutnya hingga kini. Salah satu suku yang akan ditampilkan
dalam tulisan ini ialah suku karo. Suku karo memiliki upacara adat yang bersifat sakral dan ada
juga yang bersifat profan. Adat-istiadat bagi masyarakat karo merupakan ungkapan
identitasnya yang tergambar dalam prikehidupan pribadi maupun hubungan
kekeluargaan dan kemasyarakatan. Seiring perkembangan zaman kebudayaan yang
dimilliki suku karo mulai berubah sesuai dengan tuntutan zaman.[1] Penulis ingin
menampilkan salah satu upacara adat suku
karo yang bersifat profan (hiburan) yaitu guro-guro aron.
- Guro-Guro Aron[2]
Guro-guro
aron berasal dari dua
kata, yaitu guro-guro dan aron. Guro-guro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guro-guro aron berarti suatu pesta yang
dilaksankan oleh muda-mudi berdasarkan adat dan kebudayaan karo. Guro-guro aron
sendiri merupakan pesta yang dilaksanakan sebagai ungkapan syukur muda-mudi
setelah selesai melakukan aron. Aron
itu merupakan bagian dari kegiatan yang dilaksanakan pemuda-pemudi untuk saling
membantu mengurus padi di sawah masing-masing. Kegiatan ini dilakukan
bergiliran setiap hari atau setengah hari sekali.
Pesta ini dilaksanakan dengan diiringi musik khas suku karo serta seorang penyanyi/ perkolong-kolong. Perkolong-kolong sebelumnya dikenal dengan nama permangga-mangga yaitu orang yang
pekerjaannya menyanyi dari satu desa ke desa yang lain dan siap menyanyikan lagu-lagu karo apa saja selama pesta ini
dilaksanakan. Perkolong-kolong
bisanya dua orang yang terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang
perempuan. Perlengkapan alat musik yang dipakai di dalam pesta ini antaralain: serune, gendang (singindungi
dan singanaki),[3]
gung dan penganak. Namun sekarang
alat-alat itu sudah berubah dan digantikan dengan keyboard.[4] Biaya pesta guro-guro aron ini ditanggung bersama oleh peserta. Biasanya
muda-mudi memungut biaya kerumah-rumah yang akan mengikuti pesta pada desa itu. Pesta guro-guro aron ini biasanya dimulai pada malam hari dan dilanjutkan
pada pagi hari sampai sore hari. Pesta guro-guro aron ini sendiri berfungsi
sebagai:
-
Latihan
untuk Menjadi Pemimpin
Dalam
pelaksanaan guro-guro aron muda-mudi dipercayakan untuk mengatur, memimpin dan
mengurusi seluruh persiapan. Salah satu persiapan yang dilakukan ialah bertugas
sebagai pengulu aron, bapa (pulu)
aron atau nade aron menurut kelompok merga, yang terpenting juga adalah
orang yang mengikuti guro-guro aron
adalah orang yang dipersiapkan untuk menjadi kepala desa (kuta) dikemudian hari. Meskipun
orang-orang yang mengikuti pesta ini tidak dibatasi.
-
Belajar
Adat Karo
Dalam
pelaksanaan guro-guro aron muda-mudi belajar,
mengenal dan mencintai adat mereka sendiri yaitu adat karo karena adat suku
mereka merupakan identitas diri mereka, sehingga kelak dapat diwariskan kepada
anak cucu mereka dan adat suku karo tetap lestari dan dapat mempertahankan eksistensinya. Contoh: hal paling perlu diketahui dalam mengikuti pesta ini ialah ertutur,[5] karena
itu perlu diketahui sehingga mampu memilih mana yang bisa dijadikan pasangan
menari dan mana yang tidak bisa. Tujuan mengetahui ertutur tidak hanya
sebatas mengetahui siapa yang bisa dijadikan pasangan menari dan mana yang
tidak bisa dijadikan pasangan menari, alasan itu terlalu sempit dan hanya dapat
dipakai dalam konteks guro-guro aron
saja tetapi dalam konteks yang lebih umum agar dapat menempatkan diri pada posisi yang
seharusnya demi menjaga hubungan kekeluargaan dengan sesama.
-
Belajar
Etika
Muda-mudi yang
mengikuti pesta guro-guro aron harus
belajar bertatakrama hidup dengan sesama.
-
Hiburan
Acara ini juga hiburan untuk muda-mudi setelah
letih dengan kegiatan sehari-hari,
dan biasanya dari kampung tetangga pun ikut hadir.
-
Metik
Para mudi-mudi
momen ini merupakan waktunya untuk belajar merias diri. Melakukan perawatan
tubuh seperti melulur diri, membuat tudung, bulang-bulang[6],
dll.
-
Arena
cari jodoh
Guro-guro aron merupakan saat untuk para muda-mudi
mencari jodoh, oleh karena itu tak jarang para orang tua mendorong anaknya
untuk mengikuti pesta ini karena melihat banyak perawan tua dan lajang tua di
kampungnya.
Pelaksanaan guro-guro
aron biasanya dipimpin oleh pengulu
aron dan kemberahen aron yang
telah dipilih. Pengulu aron dipilih
dari pemuda keturunan bangsa tanah (si
mantek kuta), sementara kemberahen aron
dipilih dari pemudi anak kalimbubu kuta jika tidak memungkinkan
maka diangkat dari anak beru kuta.
Pengulu aron dan kemberahen aron yang menentukan dan
bertanggung jawab atas berjalannya pesta ini. Maka mereka yang terpilih menjadi
pengulu dan kemberahen aron adalah orang yang dipersiapkan menjadi pemimpin desa kelak. Orang yang mengikuti pesta ini
dinamakan Simantek guro-guro aron maksudnya pemuda dan pemudi dari satu
atau dua yang ikut sebagai peserta/ pelaksana guro-guro aron. Simantek guro-guro aron
berkewajiban membayar biaya dengan
jumlah yang telah ditentukan melalui musyawarah.
Setelah
seluruh peserta pesta datang berkumpul di tempat yang ditentukan maka
dilakukanlah pengelompokan aron. Penglompokan aron maksudnya ialah
pengelompokan menurut marga dan beru masing-masing demi manjaga tata aturan adat. Demi
memisahkan pasangan yang tidak boleh kawin karena marga, tidak boleh duduk
bersama. Lalu ditentukanlah tempat duduk tiap-tiap merga yang telah ditentukan
atau dengan bahasa karonya ialah Kundulen
guro-guro aron maksudnya ialah tempat
duduk guro-guro yang ditempatkan pada
salah satu rumah adat. Tujuannya ialah
untuk menjaga hal pelaksanaannya,
guro-guro aron tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Orang yang berhak untuk meminta izin kepada
pemilik rumah aron agar dipakai untuk pesta ialah pengulu aron dan kemberahen
aron.
Setelah pengelompokan merga-merga selesai dilakukan dan kundulen aron juga
selesai maka acara menari bersama pun dimulai. Biasanya dalam memulai pesta pembukaan guro-guro
aron ada beberapa acara yang biasa ditampilkan sebagai acara pembukaan antaralain: perkolong-kolong
diadu berpantun sambil bernyanyi, dan diadakan pencak silat (ndikkar).[8] Setelah orang-orang
berkumpul barulah pesta dimulai menurut aturan adat karo. Di dalam acara menari
pun ada aturan yang sudah ditetapkan menurut adat karo antara lain:
1.
Gendang adat
- Menari
kelompok pendiri kampung (si mantek kuta)
- Menari
kelompok kalimbubu kuta
- Menari
kelompok anak beru.
2.
Lande[9]k
permerga-merga
Di sini
diatur cara menari (landek) menurut
merga masing-masing. Aturan disetiap kampung dapat berbeda. Aturan
urutannya dapat disesuaikan menurut kampung masing-masing.
Menari
merga Ginting.
Menari
merga Sembiring.
Menari
merga Tarigan.
Menari
merga karo-karo.
Menari
merga Perangin-angin.
3.
Landek aron
Acara ini
biasanya dilaksanakan setelah selesai melakukan menari pengulu aron dan kemberahen
aron diiringi seluruh aron.
Kemudian dilanjutkan dengan acara pekuta-kutaken.
4.
Landek pekuta-kutaken
Pada sesi
inilah kesempatan bagi tamu yang datang dari kampung tetangga diberi kesempatan
untuk menari. Sebelumnya mereka harus sudah melaporkan kehadiran mereka dipesta
kepada pengulu/kemberahen aron agar disediakan tikar tempat mereka
duduk. Pada siang hari
diselingi dengan makan bersama, makanan yang sebelumnya telah dimasak secara
bersama-sama juga oleh muda-mudi sebagai bentuk kerjasama, gotong royang. Makan
siang tidak ditentukan setelah acara apa dilakukan, saat sudah siang hari maka
acara makan bersama dilakukan.
Acara tepuk ndahile acara ini merupakan acara
penutup dari serangkaian acara pada pesta guro-guro aron. Pesta ini ditutup
dengan melaksanakan landek menurut kelompok marga dan sesuai dengan aturan
adat, tetapi dalam acara ini semua diberi kesempatan juga untuk menari termasuk
pemusik diberi kesempatan untuk ikut menari. Acara pun selesai.
- Refleksi kritis
[6] Tudung merupakan kain khas suku karo khusus untuk wanita (uis nipes) yang di bentuk dengan gaya/
bentuk khas/khusus untuk menutupi kepala wanit yang dipakai hanya pada pesta adat terutama tuan pesta,
bulang-bulang kain khas
suku karo untuk pria (beka buluh)
yang dibentuk dengan gaya/ bentuk khusus untuk menutupi kepala pria yang hanya
dipakai pada pesta adat terutama tuan pesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar